Panitia Kajian Islam Bintaro
Iman and Ilmu is number uno..

Di antara Baiknya Keislaman Seseorang Meninggalkan Apa-apa yang Tidak Bermanfaat

Rasulullah bersabda shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Di antara baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat.”
(HR. At-Tirmidziy no.2318, Malik, Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Misykaah 4839)

Hadits ini dikenal di kalangan kaum muslimin bahkan kebanyakan mereka telah menghafalnya baik secara lafazh maupun maknanya karena memang lafazhnya pendek sehingga mudah dihafal, akan tetapi sedikit dari mereka yang melaksanakan kandungan hadits tersebut kecuali orang yang Allah mudahkan.

Hadits ini adalah pokok dalam masalah adab dan arahan yang lurus kepada orang Islam yaitu hendaknya dia meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat yakni apa-apa yang tidak penting dan tidak ada hubungan dengannya, karena sesungguhnya hal ini adalah di antara ciri baiknya keislamannya dan juga hal ini akan menjadi ketenangan baginya, karena sesungguhnya jika dia tidak terbebani oleh perkara tersebut maka ia akan merasa tenang tanpa diragukan lagi dan jiwanya akan menjadi tentram. (Taliiqaat alal Arbaiin An-Nawawiyyah hal.32)

Hadits ini telah diriwayatkan oleh Qurrah bin ‘Abdurrahman dari Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan beliau menshahihkan jalan-jalannya kemudian beliau berkata tentang hadits ini: “Ini adalah kalimat yang padat isinya, luas dan agung maknanya yang tersusun dalam lafazh yang singkat.”

Demikian pula perkataan Abu Dzarr dalam sebuah haditsnya: “Siapa saja yang menghitung perkataannya termasuk dari amalannya niscaya akan sedikit perkataannya kecuali terhadap apa-apa yang bermanfaat baginya.”

Al-Imam Malik telah menyebutkan bahwasanya telah sampai kepadanya bahwa Luqman ketika ditanya: “Apa yang menyebabkanmu sampai ke derajat keutamaan yang kami lihat ini?” Maka beliau menjawab: “Jujur dalam berbicara, menunaikan amanah dan meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat bagiku.”

Dan diriwayatkan dari Al-Hasan, beliau berkata: “Di antara tanda berpalingnya Allah Ta’ala dari seorang hamba adalah Allah menjadikan kesibukannya dalam hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”

Abu Dawud berkata: “Pokok/intinya sunnah pada semua babnya terdapat dalam empat hadits.”, lalu beliau menyebutkan di antaranya yaitu hadits ini. (Syarh Al-Arba’iin Hadiitsan An-Nawawiyyah hal.43)

Berkata Ibnu Rajab: “Hadits ini adalah pokok yang agung dari pokok-pokok adab (Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam hal.105).

Berkata Muhammad bin Abi Zaid, Imamnya Madzhab Malikiyyah pada zamannya: “Kumpulan adab kebaikan dan pengikatnya tercabang dari empat hadits, yaitu pertama: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam!” (HR. Al-Bukhariy no.6018 dan Muslim no.47 dari Abu Hurairah), kedua: Sabda beliau kepada orang yang beliau meringkas wasiat kepadanya: “Janganlah engkau marah!” (HR. Al-Bukhariy dari Abu Hurairah), ketiga: Sabda beliau: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Anas bin Malik) dan yang keempat adalah hadits ini yaitu: “Di antara bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat.”

Di Antara Tanda Kesempurnaan Islamnya Seorang Hamba

Sesungguhnya di antara tanda kesempurnaan islamnya seorang hamba dan keistiqamahannya adalah meninggalkan apa-apa yang bukan tujuannya dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan serta dia mencukupkan terhadap apa-apa yang bermanfaat baginya dari hal-hal tersebut.

Makna: “apa-apa yang bermanfaat” adalah apa-apa yang berkaitan dengan ‘inaayah-nya (perhatian dan kepentingannya) serta merupakan maksud/tujuannya dan yang dia cari, sedangkan ‘inaayah adalah kuatnya perhatian terhadap sesuatu, dikatakan ‘anaahu ya’niih artinya dia memperhatikannya dan mencarinya.

Kebanyakan yang diinginkan dengan kalimat “meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat” adalah menjaga lisan dari ucapan yang sia-sia, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf:18)

Maka kebanyakan manusia tidak menghitung ucapannya itu sebagai bagian dari amalannya sehingga dia serampangan dalam ucapannya dan tidak memeriksanya. Sungguh telah tersembunyi perkara ini oleh Mu’adz bin Jabal hingga bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Aku berkata: “Ya Nabi Allah, apakah kita akan disiksa dengan apa yang telah kita ucapkan?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ibumu kehilanganmu, bukankah yang menenggelamkan manusia ke neraka di atas wajah-wajah mereka – atau beliau bersabda: di atas hidung-hidung mereka- tidak lain karena hasil lisan-lisan mereka?” (Shahih, HR. At-Tirmidziy no.2616 dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiihul Jaami’ 5/29-30)

Berkata Al-Imam An-Nawawiy: “Ketahuilah bahwasanya selayaknya bagi setiap mukallaf (orang yang terbebani kewajiban syari’at) agar menjaga lisannya dari setiap perkataan kecuali perkataan yang mengandung maslahat dan kapan saja antara berbicara dan meninggalkannya itu sama dalam kemaslahatannya maka yang disunnahkan adalah menahan diri darinya, karena sesungguhnya kadang-kadang perkataan yang mubah akan mengantarkan kepada yang haram dan makruh dan yang demikian itulah yang banyak terjadi.” (Riyaadhush Shaalihiin hal.532)

Dan di antara pengawasan dan sesuatu yang ma’ruf adalah bahwasanya perkataan yang baik yang akan ditimbang atau diam itu akan memberikan kemuliaan dan kewibawaan bagi kepribadian seorang muslim sedangkan banyaknya perkataan dan memperbanyaknya serta masuk pada perkara-perkara yang tidak bermanfaat hanya akan mengkoyak-koyak atau menodai kepribadian seorang muslim dan akan mengecilkan kedudukannya dan kemuliaannya dalam jiwa-jiwa orang lain.

Maka hadits ini menunjukkan bahwasanya meninggalkan apa-apa yang bukan perhatian dan kepentingan seseorang (artinya meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat (pent.) adalah di antara baiknya keislamannya dan di antara baiknya keislamannya adalah mencocoki kebaikan dan bimbingan (syari’at) dan akan dilipatgandakan kebaikan-kebaikannya dan akan dihapus kejelekan-kejelekannya.

Dari Abu Hurairah berkata: “Apabila salah seorang di antara kalian membaguskan keislamannya, maka setiap kebaikan yang ia lakukan akan ditulis sepuluh kali lipat yang semisalnya sampai tujuh ratus kali lipat sedangkan setiap kejelekan akan ditulis dengan yang semisalnya sampai ia bertemu Allah ‘azza wa jalla.” (Mukhtashar Muslim hal.23)

Patokan dalam Meninggalkan Apa-apa yang Tidak Bermanfaat

Mesti harus adanya patokan terhadap ketentuan ini secara syari’at, bukan mengikuti hawa nafsu dan bisikan-bisikan jiwa, karena hal itulah Rasulullah menjadikannya (meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat) termasuk dari baiknya keislaman seseorang, karena ada sebagian manusia salah dalam memahami hadits ini, lalu meninggalkan kebanyakan dari perkara-perkara yang wajib atau yang sunnah karena menyangka bahwasanya semuanya ini termasuk dari perkara-perkara yang tidak bermanfaat, sebagaimana sebagian manusia ini meninggalkan nasehat kepada orang lain, dan hal ini tidak ragu lagi menyelisihi banyak nash-nash (dalil-dalil) yang menganjurkan untuk menasehati kaum muslimin.

Dan sebaliknya, sebagian mereka masuk dalam banyak perkara-perkara (yang dilarang syari’at pent.) karena menyangka bahwasanya hal ini termasuk dari hal-hal yang bermanfaat. (Lihat Qawaa’id wa Fawaa`id minal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.122-124)

Beberapa Faidah Hadits Ini:

1. Sesunguhnya keislaman seseorang itu berbeda-beda, ada yang baik dan ada yang tidak baik, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Di antara ciri baiknya keislaman seseorang.”

2. Selayaknya bagi seorang muslim untuk meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat, baik dalam urusan agamanya maupun dunianya, karena sesungguhnya hal itu akan lebih menjaga waktunya dan lebih menyelamatkan agamanya serta lebih mudah untuk meringkasnya (sehingga tidak terjatuh pada perbuatan yang tidak bermanfaat pent.). Seandainya dia masuk (mencampuri) urusan-urusan manusia yang tidak ada kepentingannya dan tidak bermanfaat baginya niscaya benar-benar dia akan lelah. Akan tetapi jika dia berpaling darinya dan tidak sibuk kecuali dengan perkara yang bermanfaat, niscaya hal ini akan menjadi ketenteraman dan ketenangan baginya.

3. Janganlah seorang muslim menyia-nyiakan perkara yang bermanfaat bagi dirinya yakni perkara yang penting baginya dari perkara agamanya maupun dunianya, bahkan seharusnya dia menekuninya dan sibuk dengannya serta melakukan cara yang lebih dekat untuk mendapatkan apa yang dimaksud (dari hal-hal yang bermanfaat pent.). (Lihat Ta’liiqaat ‘alal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.32-33)

4. Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menggunakan waktu dengan hal-hal yang akan memberikan manfaat kepada seorang hamba baik di dunia maupun di akhirat.

5. Anjuran atas hamba untuk memilih dan menyaring perkara-perkaranya dan menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang tinggi nilainya.

6. Anjuran agar melatih jiwa dan mendidiknya, dan yang demikian itu dengan cara menjauhkann diri dari apa-apa yang dapat mengotorinya dari kekurangan-kekurangan dan kerendahan-kerendahan.

7. Masuk kepada hal yang tidak bermanfaat akan mengantarkan kepada perselisihan dan permusuhan di antara manusia. (Lihat Qawaa’id wa Fawaa`id minal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.124)

Peringatan dan Nasehat

Berlandaskan firman Allah Ta’ala:

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzaariyaat:55)

Juga firman-Nya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadaqah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisaa`:114)

Dan berdasarkan sabda Rasulullah di atas: “Di antara baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat.”

Juga sabdanya: “Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang empat hal: tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan ke mana dia belanjakan dan tentang jasadnya untuk apa dia hancurkan (gunakan).” (HR. At-Tirmidziy dari Abu Barzah Al-Aslamiy dan dinyatakan shahih oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy, lihat Iqtidhaa`ul ‘Ilmi Al-‘Amal hal16-17)

Dan perkataan salah seorang ‘ulama salaf, Al-Ahnaf, beliau berkata: “Tiga hal yang ada padaku yang aku tidak akan menyebutkannya kecuali untuk dijadikan pelajaran (dan untuk diamalkan -pent.): yang pertama, aku tidak mendatangi pintu penguasa kecuali apabila aku dipanggil; kedua, aku tidak memasuki (mencampuri) urusan dua orang sampai keduanya memasukan aku (untuk membantu) di antara keduanya; ketiga, aku tidak menyebut seorang pun setelah berdiri dariku kecuali dengan kebaikan.” (Siyar A’laamin Nubalaa` 4/92, diambil dari Aina Nahnu min Akhlaaqis Salaf hal.95)

Maka kami menasehati diri-diri kami secara khusus dan kaum muslimin secara umum agar benar-benar memperhatikan dan memahami keterangan di atas baik dari Al-Qur`an, As-Sunnah ataupun ucapan para ‘ulama serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berusahalah semaksimal mungkin dengan meminta pertolongan kepada Allah agar kita bisa menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.

Janganlah kita menyibukkan dengan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti ngobrol kesana kemari tanpa ada manfaat yang jelas, suka mencampuri urusan orang lain kecuali kalau dia meminta kita untuk membantunya, membicarakan aib orang lain, ngrumpi dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang tidak bermanfaat dan dilarang oleh agama.

Tidakkah kita lebih baik menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat seperti: membaca Al-Qur`an dan menghafalkannya, mempelajari hadits Nabi dan menghafalkannya semampu kita, membicarakan permasalahan ilmu agama yang akan menambah ilmu kita, membicarakan dakwah dan menyebarkannya di tengah ummat, mengajak orang lain untuk menghadiri majelis ilmu yang disampaikan oleh ahlus sunnah, mendengarkan ceramah-ceramahnya lewat kaset, mendengarkan murottal dan sebagainya dari amalan-amalan yang dituntunkan oleh syari’at.

Kalaulah kita mau sibuk dengan hal-hal yang bermanfaat tadi niscaya kita tidak akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat.

Kita meminta kepada Allah Ta’ala agar memberikan taufiq-Nya kepada kita semua sehingga kita mampu melaksanakan apa-apa yang Allah cintai dan ridhai. Dan ucapan orang-orang beriman adalah: “Kami mendengar dan kami taat.”

Wallaahu Ta’aalaa A’lam.

Buletin Al Wala’ wal Bara’ Edisi ke-45 Tahun ke-2 / 01 Oktober 2004 M / 16 Sya’ban 1425 H

No Responses to “Di antara Baiknya Keislaman Seseorang Meninggalkan Apa-apa yang Tidak Bermanfaat”

Leave a comment